Rabu, 23 Maret 2011

Kujang, Sarat Akan Nilai-Nilai Luhur

Oleh : Agung Ismail Mirza



Pun Sapun…

Amit seja mipit

Ngala seja rek menta

Seja muka guguaran

Seja mesek pepetetan

Nu ngalambang geusan midang



Kujang, pengertian secara umum selama ini merupakan senjata khas Orang Sunda, senjata khas yang keberadaannya di wilayah Jawa Barat, senjata yang biasa-biasa saja. Akan tetapi sebelum kewilayahan pulau Jawa dipecah menjadi bagian-bagian provinsi, Pusaka Kujang merupakan sebuah simbol daripada Jati Diri Orang Sunda, dan Sunda merupakan ajaran yang penyebarannya tidak hanya sebatas Jawa Barat saja tetapi mencakup wilayah Indonesia dan wilayah di luar Indonesia. Bukti bahwa Pusaka Kujang lebih kepada simbol dari pada senjata untuk bertempur yaitu dengan peninggalan-peninggalannya yang ditemui hampir semuanya masih dalam keadaan utuh. Walaupun rusak, itu dikarenakan oleh korosi.



Estetika yang terdapat pada Pusaka Kujang merupakan hasil dari proses yang sangat apik dari Guru Teupa (Guru Teupa merupakan seorang ahli dalam pembuatan Kujang), karena dalam proses pembuatan sebilah kujang seorang Guru Teupa harus mengikuti aturan-aturan tertentu agar kujang dapat terbentuk dengan sempurna. Aturan-aturan tersebut diantaranya adalah mengenai waktu untuk memulai membuat Kujang yang dikaitkan dengan pemunculan bintang di langit atau bintang kerti (Pantun Bogor). Selain itu, selama proses pengerjaan Kujang Guru Teupa harus dalam keadaan suci dengan cara melakukan olah tapa (puasa) agar terlepas dari hal-hal yang buruk yang dapat membuat kujang yang dihasilkan menjadi tidak sempurna. Beberapa Nama Guru Teupa yang terkenal antara lain Anjani, Anjali, Ramadani, Uma (guru Ciung Wanara, Abad 8 di Tatar Banten), Sombro dan Rara Sembaga. Kedua nama terakhir adalah Guru Teupa perempuan dan merupakan putri dari Guru Teupa Ramadani.



Estetika Pusaka Kujang dapat kita nikmati dari Pamor pada Pusaka Kujang. Wahyudi Rakeyan dari Kudihyang Pajajaran (kelompok Pelestari Kujang) menerangkan, didalam Ensiklopedia Sunda, Alam, Manusia, dan Budaya (2000:400) menyebutkan bahwa pamor berarti benda-benda yang berasal dari luar angkasa yang digunakan sebagai bahan pembuat kujang. Sebagai catatan, terdapat beberapa pengertian mengenai kata pamor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), pamor adalah: baja putih yang ditempatkan pada bilah keris dan sebagainya; lukisan pada bilah keris dan sebagainya dibuat dari baja putih. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:720) disebutkan bahwa pamor adalah baja putih yang ditempakan pada bilah keris dan sebagainya atau lukisan pada bilah keris dan sebagainya yang dibuat dari baja putih.



Selain itu, Dalam Kamus Basa Sunda karangan Satjadibrata (1954:278) disebutkan bahwa pamor adalah “ngaran-ngaran gurat-gurat nu jiga gambar (dina keris atawa tumbak) jeung dihartikeun oge cahaya” yang artinya “pamor adalah nama garis yang menyerupai gambar (baik yang terdapat dalam keris ataupun mata tumbak) juga pamor dapat diartikan cahaya). Dalam bahasa Kawi, berarti campuran atau percampuran.



Wahyudi Kudihyang menceritakan bahwa leluhur kita dahulu kala menantikan bintang jatuh untuk dikejar dan meteoritnya dijadikan bahan pembuatan untuk Pusaka Kujang. Disaat bangsa lain masih menggunakan batu sebagai alat bantu, Orang Sunda telah menginjak penggunaan logam, maka dapat disimpulkan bahwa begitu besarnya keluhuran Budaya Sunda pada saat itu. Hal inilah yang menjadi point penting bagi orang Sunda untuk selalu bangga menjadi orang Sunda dan meneruskan kebesaran kajayaan Budaya yang kita miliki. Sungguh cerita yang menarik…

Pamor pada Pusaka Kujang merupakan hasil dari proses pelipatan-pelipatan pada saat penempaan. Pelipatan tersebut hampir mencapai 1000 lipatan. Berbeda dengan Keris, nama-nama pamor pada Pusaka Kujang tidak sebanyak nama pamor pada senjata lainnya. Titik panas pada saat penempaan diperkirakan mencapai 2000 derajat celcius yang sama dengan titik panas pada teknologi Nuklir.



Begitu sempurnanya Pusaka Kujang, walaupun bentuknya asimetris (tidak beraturan) ternyata sangat presisi (mempunyai keseimbangan), hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya Pusaka Kujang pada ujungnya.

Kegunaan dari sebilah Kujang dengan bentuknya yang tidak seperti bentuk pusaka pada umumnya ternyata memiliki multi fungsi. Berguna untuk memotong, mengampak, menyerut, menahan atau mengunci senjata lawan dan lain-lain. Bangsa barat memiliki victorinox yang dilahirkan pada abad 19 tetapi Orang Sunda telah memiliki senjata yang multi fungsi sejak abad ke 4 (hasil tes karbon/tes usia besi pada koleksi Kujang Budhi Dalton, sesosok generasi muda yang mengkaji Pusaka Kujang).



Simbol yang dimaksud Pusaka Kujang sebagai Jati Diri Orang Sunda adalah Pusaka Kujang diibaratkan sebagai perpustakaan, apabila dibuka dan dibaca ternyata menyimpan ilmu yang dapat diterapkan di berbagai bidang kehidupan. Nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi Orang Sunda saat ini. Nilai-nilai itu antara lain nilai Kepemimpinan, Ketatanegaraan, Keyakinan, Agama, Keindahan (seni), Ketekunan, Ketelitian, dan Kesabaran.



Nilai kepemimpinan tersirat pada dua sisi Pusaka Kujang yang sama tajam, hal ini dapat diartikan sebagai tingkat keluhuran ilmu seorang pemimpin yang harus mengkritisi atasannya dan mengayomi bawahannya.

Nilai ketatanegaraan tersirat pada Pusaka Kujang dengan Tri Tangtunya, yaitu Rama, Ratu dan Resi atau sama dengan pembagian untuk Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif. Tri Tangtu Kujang dapat pula diartikan sebagai Tri Tangtu di Salira (Tata Salira), Tri Tangtu di Balarea (Tata Nagara) dan Tri Tangtu di Buana (Tata Buana). Sebuah Konsep yang bersifat global.

Nilai Agama tersirat pada dua sisi Pusaka Kujang, sisi bagian dalam yang tajam melambangkan Orang Sunda yang lebih mendalami bathiniahnya daripada lahiriah. Lahiriah tersirat pada sisi punggung bilah Kujang yang tidak tajam.

Nilai keyakinan dimulai sebelum Guru Teupa menempa sampai pada saat Pusaka Kujang menjadi pegangan seseorang. Pusaka Kujang diperkirakan menjadi barang yang khusus peruntukannya karena disesuaikan dengan calon pemegangnya.

Nilai keindahan atau estetika tercermin dari bentuk-bentuk kujang yang dibuat sedemikian rupa sehingga memancarkan keindahan. Menurut Aries Kurniawan dari Estetika Pusaka Indonesia yang menyatakan bahwa ada sekitar kurang lebih 50 jenis dan bentuk yang telah didata oleh dirinya dan diperkirakan angka tersebut akan bertambah terus.

Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah Pusaka Kujang yang indah dan sarat makna.


it was published @ MAJALAH SUNDAWANI EDISI I

© MAJALAH SUNDAWANI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar